Defense of The Ancients (DOTA) memang menjadi fenomena tersendiri. Mengubah mekanik awal yang ditawarkan oleh Warcraft III, IceFrog menyuntikkan sensasi RPG yang lebih kental dengan membawa pertempuran hero sebagai fokus utama. Tidak lagi harus dipusingkan dengan strategi membangun unit, gamer kini dibawa dalam mode PvP yang cepat, intens, dan pastinya – memacu adrenalin. Berfokus membangun karakter dengan perannya masing-masing dan memainkan peran terbaik dalam pertempuran tim, DOTA bahkan diakui sebagai salah satu game kompetitif yang seringkali dipertandingkan di kancah internasional. Tidak salah jika Valve tertarik untuk mengakuisisi nama yang satu ini.
Perjalanan akuisisi Valve atas nama DOTA memang bukan perkara mudah. Sempat mengalami konflik dengan Blizzard sebagai pemilik Warcraft III, perseteruan ini untungnya berakhir damai. Valve berkesempatan untuk terus melanjutkan terus proyek ambisius ini, menawarkan berbagai modifikasi di sisi visual dan tentu saja mekanik gameplay yang lebih seimbang. Memasuki proses beta dan berhasil menjaring ratusan ribu gamer selama proses ini, Valve akhirnya siap untuk keluar dari fase yang satu ini. Setahun sejak rilis betanya, Valve akhirnya secara resmi merilis DOTA 2 secara bebas kepada publik. Sembari memastikan proses peralihan ini tidak akan mengganggu pengalaman mereka yang sudah masuk ke dalam masa beta, DOTA 2 akhirnya terbuka bagi setiap gamer lewat sistem F2P yang ia usung.
Mengingat masa beta yang sudah berakhir dan eksistensinya sebagai sebuah game resmi yang terbuka secara komersil, ini menjadi momen yang tepat bagi JagatPlay untuk melemparkan beberapa impresi yang sempat kami tangkap, tentu saja – selama setahun terakhir ini. Apa saja yang berubah? Menjadi lebih baik atau lebih buruk? Atau ia masih belum mampu menundukkan popularitas DOTA pertama?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar